POLEMIK
SISTEM
PENDIDIKAN INDONESIA
By
Aminudin
Melihat kondisi real
yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia, kini kita sering menemukan berbagai
macam celotehan pendapat-pendapat warga Negara yang begitu abstrak mengenai
system pendidikan yang sedang dianut oleh Indonesia. Ujian Negara (UN), mungkin
merupakan salah satu hal yang cukup disoroti banyak pihak, pelaksanaannya yang
masih controversial dan semu dimata para guru dan wali murid. Sehingga
memunculkan banyak gugatan tentang penghapusan UN yang selama ini menjadi momok
serius bagi setiap siswa, untuk tidak diselenggarakan secara Nasional yang
ditangani Kemendiknas. Namun standarisasi penilaian dan kelulusan siswa
diserahkan sepenuhnya kepada guru yang bertindak sebagai ‘orang tua’ mereka
dalam habitat sekolah. Satu hal menarik yang ingin penulis kupas mengenai controversial
tentang UN ini, yang mana akan memiliki garis hubung dengan system pendidikan
Indonesia sekarang dan beberapa tahun mendatang. Kami kembali ke masalah UN,
mungkin tak salah bagi setiap dewan guru yang mengusulkan hal diatas, tak salah
untuk mereka karena mereka tidak ingin anak didik mereka harus mendekam di
sekolah karena belum lulus UN yang berarti satu tahun tertunda dari waktu
normal karena tidak berhasil melewati ujian empat hari yang menentukan masa
belajar mereka selama tiga tahun. Namun, dilain sisi kita harus mengamati
kondisi lapangan yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sebagian besar dari
guru tersebut belum dapat meng-adil-kan pemberian nilai dalam raport jika harus
diserahkan sepenuhnya tingkat kelulusan siswa. Banyak fakta mengatakan bahwa
guru rela mengkatrol nilai-nilai siswanya demi meraih anggapan akan
keberhasilan beliau dalam pendidikan dan pengajaran, atau agar siswa dapat
memenuhi persyaratan mendapatkan beasiswa sehingga dapat menduduki bangku
sekolah atau perguruan tinggi favorit, sedangkan hal tersebut sangat bertolak
belakang dengan pencapaian hasil belajar siswa tersebut. Dalam hal ini, dewan
guru menurut penulis, tengah berada dalam posisi benar namun juga bisa salah.
Benar karena ingin memberikan yang terbaik pada siswa-siswa dan tentunya wali
murid. Namun juga salah, karena belum bertindak adil dengan kondisi nyata. Hal
ini disebabkan antara dua hal, pertama karena kegagalan guru tersebut dalam
pengajaran sehingga beliau melakukan hal tersebut, atau kedua, karena kurang
tepatnya system pendidikan Indonesia yang dianut, yang memasok siswa dengan
berbagai menu pelajaran yang begitu abstrak (pada tingkat dasar) sedangkan
secara kondisi siswa belum dapat menampung karena banyaknya pelajaran dan tidak
sesuai dengan waktu yang ditargetkan serta kurang sesuai dengan kebutuhan. Pada
kesempatan kali ini, penulis lebih condong pada kekurangtepatan peletakan
system pendidikan Indonesia pada saat ini, yang membuat seluruh elemen
pendidikan membabi buta untuk mencapai target terbaik sekalipun tidak sesuai
dengan lapangan. System memaksa siswa untuk menguasai sedemikian kompleksnya
ilmu pengetahuan dengan segabrek mata pelajaran. Hal ini yang menjadi sebab
utama ‘kenakalan’ siswa, menyontek saat ujian, membolos, tawuran dsb, karena mereka
tidak sanggup dan merasa bosan dan jenuh dengan kesemuanya. Yang pada akhirnya,
mereka tidak dapat meraih nilai baik, padahal sudah diadakaannya ujian susulan,
bahkan bimbingan-bimbingan belajar exlusive selama masa-masa mendekati ujian.
Setiap manusia dilahirkan dengan membawa karakteristik (kelebihan/kekurangan
tersendiri), jadi kurang tepat jika ada yang berpendapat bahwa adanya manusia
yang bodoh. Pada dasarnya tidak ada manusia yang bodoh, hanya mungkin belum
tergalinya potensi anak tersebut,
Sehingga yang patut
mengarahkan adalah orang tua ataupun guru untuk mendiagnosa kecenderungan anak
dan segera menyalurkan potensi yang ada. Bukan maksud penulis untuk langsung
mendidik anak-anak usia dasar pada tingkat pengkhususan penguasaan
skill/potensi diri, namun hal ini diperuntukkan bagi anak-anak menjelang dewasa
yang sudah harus mengetahuai dimana potensi mereka. Bagi anak usia sekolah
dasar, tidak salah jika harus diberikan mata pelajaran abstrak layaknya
sekarang, namun yang tidak penulis setujui, Mengapa sebegitu banyaknya mata
pelajaran yang diberikan padahal mereka belum sanggup melaksanakannya. Jadi
system pendidikan Indonesia masih perlu diperiksa dan dievaluasi berdasar pada
kondisi real agar pendidikan tidak berjalan dalam dunia semu namun dapat
benar-benar dirasakan sebagai kebutuhan dan penuh kejujuran.
Arah pendidikan
nasional menurut Undang-Undang No. 20/2003 tentang system Pendidikan Nasional
adalah terwujudnya system pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. Sejalan dengan visi tersebut diatas, maka Kementrian
Pendidikan Nasional berhasrat untuk tahun 2025 menghasilkan INSAN INDONESIA
CERDAS dan kompetitif. Kemudian dikuatkan kembali dengan lahirnya UU.
Pendidikan Nasional No. 31 Tahun 2010 tentang Pendidikan Karakter, sebagai
bentuk penyempurnaan dari pembinaan anak bangsa.
Pada artikel ini,
penulis tidak ingin berpihak pada salah satu diantara dua kubu (pemerintah atau
masyarakat), namun penulis akan mencoba untuk mengungkapkan isi hati mengenai
kekuatan dan kelebihan dari system pendidikan yang tengah dilaksanakan. Karena
pada dasarnya tidak ada suatu hal yang perfect, namun tetap saja ditemukan
plot/titik kekurangan dan kelemahan. Akan tetapi, setelah kita tahu akan sebuah
kekurangan, maka alangkah bijaknya jika kita dapat mengganti celah tersebut
menjadi lebih sempurna. Beberapa kekuatan yang dapat di simpulkan antara lain:
a)
Telah ditargetkannya pembenahan dan
pembentukan karakter siswa.
b)
Telah ditargetkan untuk penyiapan
generasi yang selalu update dengan perkembangan zaman.
c)
Penyiapan insane yang cerdas dan
kompetitif, baik dalam kancah nasional, regional atau bahkan internasional.
d)
Perencanaan pemerataan system untuk
seluruh warga Negara.
Dilain sisi, adapula
beberapa kelemahan dari berbagai macam kekuatan system pendidikan Indonesia,
antara lain:
a)
Target pemerataan yang tidak kondisional
dengan lapangan, misalnya target persamaan ujian yang dilaksanakan di kota
besar dengan daerah yang tertinggal.
b)
Dengan semangat persiapan generasi yang
update perkembangan zaman, membuat semakin banyak dan abstraknya pelajaran yang
diberikan. Padahal, hal tersebut berefek negative pada diri siswa, karena menimbulkan rasa bosan dll, sehingga
mendorong untuk bolos, mencontek saat ujian dan lain sebagainya.
c)
Pelaksanaan target pendidikan karakter,
belum dimulai pada pencontohan karakter seorang guru kepada siswa.
Sebagai sebuah lembaga
pemerintahan yang berkewajiban untuk membawa pendidikan ke arah yang lebih
baik, maka pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah untuk menuju target tersebut,
diantaranya:
a)
Menyiapkan potensi Kepala Sekolah yang
fleksibel, dengan melalui proses pembinaan dan pelatihan. Sehingga dapat
mempersiapkan Kepala yang mampu menyusun, mengatur, melaksanakan, dan
mengevaluasi visi dan misi dari sekolah yang mereka pimpin.
b)
Menyiapkan proses rekrutmen siswa yang lebih
selektif, baik tes tulis maupun tes lisan.
c)
Menyiapkan dan memperbaharui proses
rekrutmen tenaga pengajar yang lebih selektif .
d)
Membenahi alur administrasi setiap
jenjang pendidikan, baik mengenai system informasi sarana dan prasarana, system
keuangan, system informasi siswa, sistem informasi akademik, dll.
Sebagai penutup dari artikel penulis kali ini,
kami akan mencoba memberikan sedikit bayangan terang setelah mengkritik dan
mengungkap berbagai macam kelemahan-kelemahan system pendidikan Indonesia saat
ini. Karena sungguh tidak mulia, jika penulis hanya mencela tanpa memberikan
bayangan solusi dari permasalahan yang ada. Maka dari itu, penulis akan mencoba
menawarkan beberapa solusi, diantaranya:
a)
Pelaksaan target siswa yang berkarakter,
harus dimulai pada diri pribadi seorang guru terlebih dahulu, yang setiap apa
yang ia perbuat merupakan tuntunan dan didikan pada siswanya.
b)
Mata pelajaran (khususnya Sekolah Dasar)
perlu diadakan pengevaluasian karena dipandang masih belum dapat ditaklukkan
oleh siswa karena keanekaragaman yang begitu kompleks sedangkan tidak sesuai
dengan tingkat pemahaman siswa sehingga menimbulkan perbuatan-perbuatan
negative.
c)
Diadakannya pembinaan dan pelatihan pada
setiap Kepala Sekolah agar lebih terarah, serta monitoring untuk mengevaluasi
jalannya roda pendidikan
d)
Perlu kiranya pemerintah memasukkan mata
pelajaran Agama (Islam, dll) dalam Ujian Negara, karena didalamnya diajarkan
budi pekerti luhur yang dapat menyetir tingkah laku siswa. Sekalipun menurut
informasi yang berkembang, telah akan diadakan pada UN tahun 2015 mendatang.
e)
Perlu ditanamkan dalam konsep pendidikan
Indonesia bahwa keberhasilan pendidikan bukan dinilai dari hasil akhir, namun
lebih berpacu pada proses yang dialami. Kesuksesan bukan dinilai dari
keberhasilan seorang siswa yang berhasil masuk di sekolah atau Universitas
ternama dengan nilai baik dan prestasi beasiswa, akan tetapi melalui proses
penilaian yang kurang adil, karena ternyata nilai tersebut sengaja dibuat oleh
Guru agar tampak berhasil dalam mengajar dan membanggakan sekolah. Namun, proses
pembelajaran yang siswa lalui selama di sekolah merupakan hal yang lebih patut
untuk dipertimbangkan.
f)
Pemerintah hendaknya menghilangkan rasa
kekhawatiran dan ketidakpercayaan Guru atas hasil muridnya jika harus mengikuti
UN secara murni tanpa kecurangan. Yakinkan mereka bahwa mereka bisa
menyelesaikan ujian dengan mengeksplorasi kepampuan mereka tanpa harus
tercampuri dengan keandilan para Bapak/Ibu guru.
g)
Perlu adanya pengakuan Pemerintah kepada
Lembaga penyelenggara pendidikan nonformal, setelah memenuhi
ketentuan-ketentuan tertentu. Selanjutnya tetap diadakan monitoring kegiatan
lembaga tersebut yang ditangani sebuah badan dibawah kemendiknas. Karena pada
perkembangannya, mungkin akan dapat kita temukan bahwa pengkhususan pendidikan
skill akan lebih dapat melahirkan tenaga professional daripada pendidikan umum
secara global. Dalam tanda kutip, penulis tidak mengisyaratkan penghapusan
formal, namun kami ingin mengarahkan bahwa pendidikan informal tidak dapat
dipandang sebelah mata. Kesemuanya (pendidikan formal, informal dan nonformal)
harus senantiasa saling berkesinambungan agar dapt saling melengkapi dalam
setiap lini kehidupan.
h)
Pelaksanaan ketetapan tentang
ketentuan-ketentuan pendidikan hendaknya disesuaikan dengan ketetapan yang
telah disepakati bersama. Misalnya mengenai penilaian yang harus diambil
melalui tiga aspek, yakni penilaian sikap (afektif), penilaian pengetahuan
(kognitif), serta penilaian keterampilan (psikomotorik), ketiga aspek ini
sering kali diabaikan pada lapangan yang tentunya bertentangan dengan
ketetapan. Sesuai dengan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab V pasal 25.
Demikian, beberapa
solusi yang dapat kami paparkan. Kiranya dapat dijadikan pertimbangan dalam
pengevaluasian perencanaan system pendidikan Indonesia mendatang. Kemudian,
Penulis meminta ma’af bilamana terdapat goresan pendapat yang kurang tepat dan
belum sesuai menurut hemat para pakar dan ahli dalam ilmu perancanaan
pendidikan Indonesia.
Referensi:-, Buku Panduan PKKMB UNESA
2011
828-4T Titanium Phone Case - et al.
BalasHapus828-4T Titanium Phone titanium steel Case black titanium rings - et al. The 908, 828-4T is titanium mens ring an effective and durable gaming gaming device that is durable and stylish for iron titanium token gaming. stilletto titanium hammer Its
i398t5upyqn526 vibrators,penis sleeves,dog dildo,dildos,sex toys,sex chair,dildo,realistic dildo,dog dildos s537e7cwmwl922
BalasHapus